JAYAPURA – Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Dr. Silvanus Sumule, Sp.OG mengakui, pelayanan pembangunan kesehatan di Papua secara umum menunjukkan bahwa indikatornya sudah mulai mengalami perubahan yang baik.
Sumule memberikan contoh bahwa meskipun angka kematian ibu pada tahun 2017 sebesar 380 per 100.000 kelahiran jika dibanding tahun 2013 sebanyak 575 per 100.000 angka kelahiran.
Angka ini ketika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia maka angka kematian ibu di Papua masih cukup tinggi.
“Selain itu, angka kematian balita masih tinggi di Papua. Tetapi ketika dibandingkan tahun sebelumnya sudah ada kecenderungan mengalami penurunan,”ungkapnya pada pertemuan pelapor khusus dewan HAM PBB dengan Forkompimda dan OPD Papua di Sasana Karya kantor Gubernur, Jumat (31/3/2017).
Dijelaskannya, ada tiga penyebab tingginya kematian ibu di Papua yakni infeksi, pendarahan dan keracunan kehamilan.
Penyebab utama kematian ibu karena infeksi kehamilan tetapi ada juga penyebab tidak langsung yakni kondisi geografis.
“Ini yang kadang-kadang menyulitkan jika ada kasus yang sulit untuk merujuk pasien dari daerah ke kota. Dan apabila kondisi sudah malam tidak mungkin kita lakukan,”terangnya.
Sementara hambatan dan kendala lain yang dihadapi di Papua adalah masalah sumber daya manusia.
Dimana tenaga kesehatan di daerah pedalaman mengalami kendala tidak hanya dari segi jumlah kompetensi dan distribusi. Akan tetapi juga ada tempat tertentu jumlahnya cukup tetapi kompetensinya tidak merata.
“Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, kami sejak 3 tahun sudah meluncurkan Satgas Kaki Telanjang. Kami Dinas Kesehatan Papua menganggap bawa ini merupkan solusi untuk mengatasi persoalan kesehatan yang ada pegunungan Papua,”tambahnya.
Lebih jauh dijelaskannya, tahun ini atau bulan April, pihaknya akan kembali mengirimkan tenaga kesehatan kaki telanjang sekitar 200 orang ke sembilan kabupaten di pedalaman.
Sementara mengenai jaminan pembiayaan kesehatan seperti BPJS, Sumule menambahkan, sesuai data dari BPJS ada sekitar 3,4 juta penduduk Papua yang sudah masuk dalam data base BPJS.
“Tapi fakta dilapangan harus juga kami sampaikan tidak semua masyarakat Papua mengakses pelayanan BPJS. Oleh karena itu, sejak tahun 2013 Pemprov Papua mengeluarkan Kartu Papua Sehat (KPS). Dimana KPS hadir untuk mengatasi masalah masyarakat atau orang asli Papua yang tidak sempat mendapatkan pelayanan kesehatan,”bebernya.
Menyoal kondisi kesehatan di Papua terutama daerah pedalaman, Sumule kembali mengungkapkan, tidak semua masyarakat dapat mengakses BPJS terutama saat berobat ke rumah sakit.
“Sebab untuk bisa mendapatkan layanan BPJS harus membawa kartu BPJS. Dimana hal ini tidak mungkin bagi masyarakat di pedalaman Papua,”imbuhnya.
Dalam rangka mengatasi persoalan kesehatan di Papua, Sumule menegaskan, Pemprov Papua telah meluncurkan Kartu Papua Sehat (KPS) sejak tahun 2013, karena BPJS tidak menanggung yang nama rujukan.
“Sementara KPS hadir untuk memberikan layanan rujukan dengan membangun kerjasama dengan sejumlah lembaga mitra pembangunan seperti penerbangan keagamaan,”tandasnya. (ing/rm)