JAYAPURA-Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Provinsi Papua tetap ngotot agar Pemerintah Provinsi Papua mencabut Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2017 sebesar Rp2.895.650 yang dinilai tidak mensejahterakan para buruh, bahkan beberapa perwakilan K-SPSI Papua sempat berdebat dengan Asisten Bidang Perekonomian dan Kesra Sekda Provinsi Papua, Drs.Elia Loupatty,MM di halaman Kantor Gubernur Papua, ketika bertemu, Senin (13/11/2017).
“Kami akan datang dengan masa yang besar untuk duduki kantor ini, kami minta pertimbangan bapak, karena UMP ini tidak sesuai dengan kondisi di Papua,”ungkap salah seorang perwakilan KPSI yang enggan dikorankan namanya.
Pihaknya meminta keseriusan Pemprov Papua melalui Dinas Tenaga Kerja untuk segera menyelesaikan polemik ini.”Kita harapkan ada jalan keluar, karena kita juga tidak ingin ini berlarut-larut,”bebernya.
Menanggapi hal ini, Asisten Bidang Perekonomian dan Kesra Sekda Provinsi Papua, Drs.Elia Loupatty,MM, menuturkan bahwa untuk UMP tahun 2018, ini tentu pihaknya telah melakukan berbagai kajian yang tentu merujuk pada banyak indikator.
“Ini juga berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan hal-hal yang bersifat makro, dan tentu merujuk pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku,”bebernya.
Dikatakan, kenaikan UMP menjadi Rp. 2.895.650 sudah sesuai dengan prosedur, meskipun pihak KSPSI masih mempersoalkan hal tersebut.”Ini kan perhitungan cukup baik, kita harus berpikir tentang para investor juga, karena satuan rupiah kalo naik, harus diperhitungkan termasuk investor juga,”katanya.
Meski begitu, Elia berharap agar bisa ada kesepahaman antara Pemprov maupun perwakilan buruh dalam hal ini K-SPSI sehingga hak-hak buruh juga bisa terpenuhi.“Saya berharap semua pihak tolong memahami ini, supaya diantara kita ada kesepahaman,”tuturnya.
Elia mengharapkan K-SPSI berdiskusi kembali dengan Dinas Tenaga Kerja untuk mencari solusi bersama.(ama/jg)