Oleh : Dr. Velix V. Wanggai
Di lapangan Mandala, Kota Jayapura, 9 April 2013, Lukas Enembe, S.IP, MH dan Klemen Tinal, SE, MM dilantik dihadapan ribuan rakyat Papua sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.
Ketika itu, Gubernur Lukas Enembe menegaskan, “Ada yang mengatakan Papua raksasa yang sedang tidur, atau raksasa yang mulai bangun dari tidurnya, namun saya mengajak kita semua pada saat ini, detik ini juga raksasa Papua harus bangun, kita harus tegakan harkat dan martabat Papua, kita harus menemukan win-win solution bagi semua pihak, kita juga berjuang agar rakyat lebih sejahtera, satu rupiah pun yang jatuh diatas tanah ini harus digunakan dengan baik untuk perubahan kehidupan orang Papua.
Orang Papua tidak boleh lagi miskin diatas kekayaannya, kue pembangunan harus dibagi dengan adil dan tepat, tidak boleh makan sendiri tetapi merata untuk rakya Papua. Kami juga berusaha agar hak-hak dasar orang Papua terpenuhi, kami akan perbaiki kebijakan-kebijakan sektor pendidikan, kesehatan ekonomi rakyat badan infrastuktur. Untuk itu perlu kebijakan baru dalam mengelola pembangunan di Papua yaitu kebijakan untuk semua rakyat Papua”.
Demikian, pidato Gubernur Enembe di lapangan Mandala, pada 9 April 2013.
Kini, perjalanan kepemimpinan Lukas Enembe – Klemen Tinal hampir genap 5 tahun. Tentu saja, berbagai langkah telah dilakukan guna menyelesaikan gejala dan akar persoalan yang ada di Papua. Lima tahun waktu yang singkat dalam ukuran pembangunan. Karena itu, kesemua langkah dilihat sebagai fondasi guna mewujudkan Papua yang Bangkit, Mandiri, dan Sejahtera.
Dalam 4 tahun terakhir, sejumlah terobosan pembangunan telah dilakukan guna mewujudkan kebangkitan Papua. Terobosan strategis awal yang ditempuh Gubernur Papua Lukas Enembe adalah menata kerangka perencanaan pembangunan Papua.
Sejak Otonomi Khusus pada 2001, Papua tidak memiliki rencana pembangunan jangka panjang (RPJP).
Namun, dalam enam bulan pertama menjadi Gubernur Papua, Lukas Enembe telah berhasil menetapkan skenario rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) Papua 2005-2025. Demikian juga, dapat ditetapkan rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRW) Papua 2013-2033, guna memperbarui RTRW Papua yang telah dimiliki pada 1993.
Dengan karakteristik sosial budaya yang khas dan beragam, Gubernur Papua Lukas Enembe mendorong pendekatan berbasis lima (5) wilayah adat dalam strategi pembangunan nasional dan daerah.
Dengan dorongan Pemerintah Provinsi Papua, akhirnya Kementerian PPN/Bappenas mengadopsi lima wilayah adat di Papua, yakni wilayah Saireri (Kepulauan Teluk Cenderawasih), Mamta (Mamberamo hingga Jayapura dan sekitarnya), Meepago (Pegunungan Tengah yang berpusat di Paniai dan sekitarnya), Laa Pago (Pegunungan Tengah yang berpusat di Jayawijaya dan sekitarnya) dan Anim Ha (wilayah selatan yang berpusat di Merauke dan sekitarnya). Pendekatan berbasis wilayah adat ini telah diakomodasi di dalam RPJM Nasional 2015-2019.
*Memperkuat Anggaran ke Rakyat*
Terobosan strategis lainnya tecermin dari kebijakan Gubernur Papua Lukas Enembe untuk menguatkan desentralisasi fiskal di Papua. Dari sisi peran alokatif, sentuhan terpenting Gubernur Lukas Enembe – Wakil Gubernur Klemen Tinal, adalah dengan menetapkan kebijakan dana Otsus dengan
“Formula 80 : 20”. Kerangka fiskal baru ini tertuang dalam Perdasus No. 25/2013 tentang Pembagian, Penerimaan, Pengelolaan Keuangan Dana Otonomi Khusus, yang kemudian diperbaharui dengan Perdasus No 13/ 2016.
Perubahan alokasi dalam formula 80 : 20, dilihat sebagai upaya strategi desentralisasi fiskal ke rakyat yang paling bawah, atau “bringing the state closer to the people”.
Kebijakan desentralisasi fiskal ditujukan untuk menjangkau semua daerah kabupaten/kota dalam rangka membuka keterisolasian fisik dan sosial, mendukung peningkatan dan pemerataan pendidikan, kesehatan, serta menumbuhkan kemandirian ekonomi rakyat secara berkeadilan.
Peran alokatif itu tercermin dari upaya Gubernur Enembe mempromosikan kebijakan Kesehatan untuk Semua, “Health for All” bagi rakyat Papua yang sesuai tipologi wilayah. Hal awal yang dibenahi adalah soal koordinasi kebijakan.
Untuk itu, lahirlah Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP) dengan payung Peraturan Gubernur No. 16/ 2013. Dalam filosofi yang lebih dalam, kehadiran lembaga ini sebenarnya ditujukan mencegah kepunahan Orang Asli Papua (OAP) di atas tanahnya sendiri.
Berbagai kebijakan pembangunan yang bersifat terobosan ini ternyata mempengaruhi penurunan angka kemiskinan di Provinsi Papua dalam empat tahun terakhir ini.
Pemerintah Provinsi Papua berhasil mengurangi angka kemiskinan di Papua menjadi 27,62% pada Maret 2017, dari semula angka kemiskinan sebesar 31,13% di Maret 2013 ketika Gubernur Papua Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal dilantik.
Demikian pula, indeks pembangunan manusia (IPM) dalam empat tahun terakhir meningkat dari semula 55,55 pada 2012 menjadi 58,05 pada 2016. Angka Harapan Hidup (AHH) juga mengalami peningkatan dari 64,84 menjadi 65,12 pada 2016.
Hal itu tidak terlepas dari berbagai langkah Pemerintah Provinsi Papua untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan di kampung-kampung dengan layanan kesehatan terbang, terapung, dan jalan kaki, serta pelayanan dengan kartu Papua sehat (KPS).
Langkah-langkah ini didukung dengan Peraturan Gubernur No 6 Tahun 2014 tentang Jaminan Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat dan Peraturan Gubernur No 8 Tahun 2014 tentang Alokasi Pembiayaan 15% Dana Otonomi Khusus di kabupaten/kota.
Tentu saja, masih terdapat sejumlah kebijakan sosial lainnya guna memperbaiki kualitas hidup orang asli Papua. Kita sangat sadar bahwa masih ada segudang pekerjaan rumah yang harus ditunaikan. Apalagi aspek kesehatan di Tanah Papua mendapat sorotan dari komunitas internasional. Ke depan, Pemerintah Daerah di seluruh Papua juga dituntut untuk mensukseskan kebijakan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, atau Sustainable Development Goals (SDGs) Tahun 2030, yang menggantikan Millenium Development Goals Tahun 2015.
Menjadi tugas kolektif Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mewujudkan harapan Presiden Joko Widodo, sebagaimana hadirnya Peraturan Presiden No. 59/ 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Demikian pula, terobosan Gubernur Lukas Enembe sejalan dengan semangat kebijakan Presiden Joko Widodo yang pada 11 Desember 2017 telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Semua ini merupakan komitmen Pusat dan Daerah dalam memperkuat hadirnya Negara di tengah-tengah masyarakat di Tanah Papua.
*PON 2020: Membangun Identitas Papua*
Di era kepemimpinan Gubernur Lukas Enembe, Papua mendapat kepercayaan dari pemerintah sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) XX 2020.
Hal ini dimaknai sebagai sebuah kebanggaan dan identitas Papua yang diakui dalam konteks pembangunan nasional. Sekaligus, PON dimaknai sebagai sebuah terobosan strategis yang tercatat dalam sejarah pembangunan keolahragaan di Indonesia.
Dalam pandangan Gubernur Enembe, PON di ‘Tanah Papua’ diletakkan sebagai strategi untuk membangun Indonesia dari pinggiran, sebagaimana visi besar yang diletakkan Presiden Joko Widodo.
Apalagi, di awal Desember 2017 Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Instruksi Presiden tentang dukungan dan percepatan pembangunan prasarana dan sarana pendukung dalam persiapan PON XX Tahun 2020 di Provinsi Papua.
Harapannya, PON di Papua merupakan strategi dalam menjamin pemerataan akses olahraga, redistribusi pembangunan ke daerah, dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, serta memperkukuh ketahanan nasional. (rm)