JAYAPURA (PT) – Anggota DPR Papua dari daerah pemilihan (Dapil) Mimika, Mathea Mamoyao mengaku prihatin dengan kondisi di kabupaten tersebut.
Hal itu diketahui, setelah beberapa kali dia berkunjung di daerah pemilihannya.
Bahkan, Mathea yang juga merupakan Sekretaris Komisi I DPR Papua yang membidangi Pemerintahan, Politik, Hukum dan HAM ini menilai, roda pemerintahan di Kabupaten Mimika tidak berjalan seperti yang diharapkan oleh masyarakat setempat di kabupaten itu.
Padahal, menurutnya, di Mimika PAD tertinggi, tapi tingkat kemiskinan di Mimika juga tinggi.
“Saya miris dan terpukul mendengar hal ini. Jadi saya harap pemda melihat ini. Dapat mengelola dana yang ada sehingga Mimika bisa berubah. Dan cap orang Timika yakni Tiap Minggu Kacau juga dana besar, itu ada perubahan,” kata Mathea Mamoyao kepada Wartawan di Hotel Grand Tembaga, Kota Mimika, Kamis (25/10).
Untuk itu, wanita asal Komoro ini meminta, jangan lagi ada anggapan bahwa Mimika miskin, padahal di wilayah itu ada PT Freeport Indonesia.
“Saya sedih dengan difasilitasi Keuskupan Mimika dalam mengumpulkan semua masyarakat, apalagi saya lihat masyarakat ini adalah masyarakat Mimika yang dipinggirkan dan dianaktirikan,” tandas Mathea.
Namun Politisi Partai DPI Perjuangan ini berharap, bupati/wakil bupati Mimika, dapat melihat ini secara jeli bersama OPD-nya bahkan DPRD Mimika, karena sebenarnya banyak hal yang dilakukan karena dana banyak.
“Kalau tak bangun infastruktur tapi kan banyak hal lain yang dapat dilakukan. Jadi penyelenggara Kabupaten Mimika ini mesti merasa malu. Karena ini menandakan bahwa dana di Kabupaten Mimika tak dikelola secara baik,” ketusnya
Dikatakan, meskipun OPD juga mungkin membuat program, tapi itu tak menyentuh langsung ke masyarakat. Karena lebih banyak program ke luar daerah dibanding melakukan program menyentuh langsung ke masyarakat di daerah.
“Saya juga kaget dan malu, masa DPRD Mimika katakan tidak ada anggaran untuk merancang perda hak ulayat padahal ini masalah ada di depan mata dan selalu trus ada untuk diselesaikan,” katanya.
Belum lagi lanjut Mathea, masalah guru SD, SMP yang belum selesai tapi kini muncul lagi masalah guru SMA yang hak-haknya belum selesai hingga kini.
Mathea kembali menegaskan, bahwa ini bukan kasus baru lagi, karena sejak tahun lalu itu sudah ada.
“Kalau dibilang tak ada anggaran, saya tidak percaya. Padahal anggaran ini ada tapi entah dimana masalahnya, sehingga tak ada realisasinya,” tandasnya.
Mathea menambahkan, kalau penyelenggaraan pemerintah tak maksimal, karena itu juga merupakan tanggungjawab DPRD sebagai fungsi kontrol.
“Jadi dimana pengawasannya? Tapi kami juga tantang BPK, kenapa berikan status WTP kepada Mimika,” imbuhnya. (ara)