JAYAPURA (PT) – Aktivis perempuan Papua yang tergabung dalam Komunitas Peduli Perempuan dan Anak Papua bertemu Komisi V DPR Papua, guna membahas rencana peleburan atau pengggabungan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Keluarga Berrncana (BP3A-KB) Provinsi Papua ke Dinas Sosial Provinsi Papua.
Dari hasil pertemuan itu, Wakil Ketua Komisi V DPR Papua, Maria Duwitauw didampingi Sekretaris Komisi V, Natan Pahabol dan anggotanya, Gerson Souma dan anggota Komisi I DPR Papua, Yonas Alfons Nussy bersama aktivis Perempuan Papua telah sepakat menolak tegas rencana peleburan itu.
Usai pertemuan, Koordinator Jaringan HAM Perempuan Papua, Fien Yarangga menegaskan, jika Permenpan Nomor 61 tahun 2018, menjadi rujukan dalam perampingan OPD di lingkungan Pemprov Papua, itu bukan menjadi keharusan.
Bahkan, pihaknya mempertanyakan hasil evaluasi empat tahun terakhir terhadap keberadaan BP3A-KB.
“Pertanyaan kami, bagaimana dengan 15 tahun lalu perempuan Papua baik akademisi, MRP periode pertama, mantan Badan Pemberdayaan Perempuan bersatu dan dengan susah payah mengajukan beberapa pikiran pentingnya dinas ini nantinya,“ kata Fien Yarangga kepada Wartawan di ruang rapat Komisi V DPR Papua, Senin (26/11/18).
Apalagi, lanjut Fien Yarangga, jika peran BP3A-KB dikecilkan di provinsi, maka kewenangan melaksanakan kerja terkait isu-isu besar menyangkut perempuan dan anak itu tidak akan tercapai.
Padahal ungkapnya, jika lihat millenium development goals itu, indikator perempuan sangat lah menentukan dalam pembangunan secara keseluruhan.
Ia pun menilai BP3A-KB selama ini, dari awal pekerjaannya luar biasa, apalagi ia selama ini sebagai cipil sosiaty, masyarakat yang selalu berdampingan dengan kelompok-kelompok rawan kekerasan, peran OPD itu sangat membantu.
“Misalnya ada kasus-kasus yang harus dilaporkan ke kepolisian, itu perempuan sekarang bisa melapor karena tahu kemana dia harus melapor. Misalnya Dinas Pemberdayaan Perempuan punya P2TP2A untuk penanganan kasus. Ini sudah berjalan belum lagi dengan mitra-mitra internasional dan yang lain,“ jelasnya.
Untuk itu, Fien Yarangga meminta Pemprov Papua untuk dapat mempertimbangkan kembali agar BP3A-KB tidak dilebur atau digabung ke OPD lain.
“Untuk itu, kami bertemu Komisi V DPR Papua dan minta agar jika masih ada ruang, maka harus memberikan pertimbangan yang dapat diterima oleh semua pihak. Terakhir kami dengar, BP3A-KB akan dilebur ke Dinas Sosial, bagaimana dinsos menangani tugas ini, karena dilihat dari fungsinya sangat berbeda,“ terangnya.
Senada dikatakan, mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Papua, Sipora Modouw mengatakan, perlu kebijakan tepat untuk melihat persoalan perempuan dan anak di Papua yang cukup besar dan perlu penanganan yang baik.
“Jadi saya pikir ini kebijakan tanpa dasar. Makanya kami harap pemerintah harus bijak melihat kembali apa yang menjadi harapan kami,“ harapnya.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi V DPR Papua, Maria Duwitau, juga menolak rencana penggabungan BP3A-KB ke OPD lain.
Sebab, ia menilai peleburan itu tidak tepat, karena masalah perempuan dan anak di Papua sangat kompleks.
“Kami khawatir, akan lebih banyak lagi masalah nantinya jika BP3A-KB digabung ke OPD lain,“ tegas Maria Duwitau.
Oleh karena itu, Komisi V DPRP meminta gubernur dan timnya melihat kembali wacana peleburan BP3A-KB ke OPD lain itu. Namun ia berharap BP3A-KB tetap berdiri sendiri.
“Jika peleburan itu karena unsur SDM atau manusianya, ya harus ditingkatkan. Manajemennya diperbaiki. Bukan badannya (dinasnya) yang dileburkan. Jika dinas lain yang mau digabung ke pemberdayaan perempuan silahkan, tapi jika badan ini yang dilebur ke dinas lain, kami juga menolak itu,“ tegas Maria.
Untuk itu, kata Maria, pihaknya akan melaporkan hal ini ke Ketua DPR Papua dan akan membawa ke rapat Banmus.
“Jadi hasil dari itu, kami akan undang eksekutif untuk rapat, dan seperti apa hasilnya nanti, jika memang kami harus ke kementerian, ya kami akan pergi. Kenapa harus dileburkan? Apa masalahnya?,“ pungkasnya. (ara/rm)