JAYAPURA (PT) – Terkait kasus pembantaian terhadap 19 orang pekerja PT Istaka Karya yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua awal Desember 2018, Wakil Ketua I DPR Papua, Edoardus Kaize menyampaikan turut berduka cita.
Namun, Edoardus Kaize menilai ada kejanggalan dalam kasus itu. Sebab, ketika proyek jalan Trans Papua itu dikerjakan oleh TNI, tidak terjadi hal seperti itu. Namun, ketika proyek itu dilakukan oleh pihak swasta atau BUMN, justru terjadi kejadian itu.
Padahal, lanjut Edo Kaize, sapaan akrabnya, dua tahun lalu, jalan Trans Papua terutama Nduga itu dikerjakan oleh TNI semua, tapi itu berjalan dengan aman sampai selesai.
“Tapi, kenapa sekarang yang kerja perusahaan dari PT Istaka Karya, yang merupakan perusahaan sipil, bukan TNI yang kerja, tapi malah ada kejadian seperti ini. Nah, kenapa begitu? Inikan tanda tanya juga di situ? Ada apa di situ? Karena jika tentara yang kerja aman, tapi jika sipil yang kerja tidak aman. Itu kenapa? Apakah karena di hutan itu mereka yang jaga orang sipil? Bagi saya tidak, itu yang harus dipertanyakan di situ,” kata Edo Kaize kepada Wartawan di Jayapura, Jumat (7/12/18).
Apalagi, kata Politisi PDI Perjuangan ini, jika pembangunan jembatan di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga itu merupakan proyek pembangunan yang dilakukan oleh negara, termasuk membangun jalan Trans Papua, sehingga aparat TNI dan Polri wajib menjaganya.
Untuk itu, Edo Kaize meminta agar kasus pembunuhan terhadap 19 pekerja PT Istaka Karya yang tengah membangun jembatan di Distrik Yigi itu, harus segera diungkap permasalahannya.
“Masalahnya dimana? Bagi saya begitu dan tempat itu saya sudah datangi sampai di sana, jalan-jalan yang dibikin dekat kali 10 meter atau 15 meter dari pinggir sungai itu. Jadi intinya begitu, kenapa tentara kerja aman? Tapi swasta kerja atau yang sipil kerja bermasalah. Itu saja, coba ditanya ada masalah apa disitu? Kenapa tentara atau Zipur itu kerja aman, tapi ketika sipil kerja bermasalah?,” ujar Edo Kaize.
Dikatakan, jangan sampai ini intimidasi terhadap perusahaan-perusahaan itu, bahwa perusahaan itu tidak cocok kerja di situ, apalagi mereka perusahaan BUMN.
Bahkan, Edo Kaize mempertanyakan asal senjata dan peluru yang digunakan untuk membantai pekerja proyek jembatan tersebut.
“Jika bicara masalah di Nduga yang dibilang ada kelompok kriminal bersenjata (KKB), nah sekarang pertanyaannya mereka bawa senjata dan peluru dari mana ? Mereka kan tidak bisa bikin senjata dan peluru,” ucapnya.
Menurutnya, jika memang senjata yang mereka gunakan hasil rampasan, lalu pertanyannya berapa banyak senjata dan peluru yang mereka rampas.
“Apalagi, jika mereka bawa jalan kemana-mana, termasuk di hutan, itu bisa rusak. Lalu, mereka bisa tembak sekian banyak orang, kemudian ada berapa banyak peluru yang mereka simpan di hutan. Pertanyaannya, ini siapa yang bawa peluru ke hutan sana?,” tukasnya.
Edo Kaize juga menanggapi rencana Panglima TNI mengerahkan pasukan untuk menumpas mereka itu, bukan menjadi solusi, tapi perlu memberi akses kepada mereka yang dibilang OPM yang ada di hutan agar mereka bicara.
“Kasih akses kepada mereka supaya mereka bicara, yang tembak itu mereka atau siapa? Selama penembakan terjadi di Papua ini dibilang KKB, tidak pernah orang hutan di sana bilang bukan kita yang tembak, itu tidak pernah,” katanya.
“Kita diluar ini saja yang dekat dengan media informasi ini yang bilang oh di sini ada kelompok ini yang sembunyi. Apa mereka sembunyi di situ atau tidak, itu kita tidak tahu, hanya tuduh-tuduh orang saja sembarang sembunyi di situ, sembunyi di sini. Jadi sebenarnya stigma yang diberikan itu, aneh menurut saya,” ketusnya. (ara)