JAYAPURA (PT) – Kasus kekerasan terus terjadi sehingga perlu berusaha keras untuk secara bersama-sama mengurangi kasus kekerasan.
Lebih khusus lagi, kasus terbaru yang sedang ditangani oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, salah satunya adalah kasus kekerasan seksual yang terindikasi dilakukan tokoh agama.
Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi dari 3 tungku (pemerintah, tokoh adat, tokoh agama) dalam menyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Hal itu disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise dalam sambutan saat membuka kegiatan pertemuan rapat koordinasi tokoh adat dan tokoh agama di Jayapura, Kamis, (20/6).
“Saya lihat di Papua ini sangat unik dan adatnya masih cukup tinggi dan kami sudah melakukan penelitian di beberapa daerah yang menjadi sampel dan banyak masukan yang kami terima soal penyelesaian kasus-kasus tersebut,” katanya.
Kata Yohana, khusus perempuan, ada catatan penting yang menjadi perhatian, yang pertama pembangunan dan pemberdaya gender di Papua belum memberikan kontribusi yang cukup tinggi untuk kualitas perempuan, kedua partisipasi perempuan dari segala bidang masih rendah, ketiga ekonomi juga masih rendah, akan tetapi menjadi catatan khusus di Kabupaten Jayawijaya Perempuannya cukup aktif dan pendapatannya lebih tinggi dari pada laki-laki.
Keempat, perhatian pemda dinilai masih sangat rendah terhadap isu perempuan, seperti program perempuan,regulasi dan lainnya, padahal dana untuk program perempuan ini cukup tinggi.
”Yang saya tau dana untuk perempuan ini cukup besar, seperti di salah satu kabupaten di Papua ini ada dananya setahun untuk program perempuan itu sekitar Rp 18 miliar, akan tetapi sejauh ini programnya belum jelas,” ungkapnya.
Kata Yohana, masih banyak kasus-kasus perempuan ini bertentangan dengan adat, seperti persoalan kasus-kasus yang diselesaikan, ini lebih banyak di selesaikan secara kekeluargaan dan ini sangat bertolak belakang dengan UUD yang dibuat oleh negara ini.
“Diskusi awal bersama beberapa waktu lalu, ada salah seorang pendeta yang juga mengakui kurangnya pemahaman, tokoh adat dan tokoh agama soal UUD positif ini, UU Perlindungan Anak, UUD kekerasan rumah tangga dan UUD lainnya, mereka juga kesulitan pada saat berhadapan dengan perempuan-perempuan atau yang keluarga yang belum menikah, karena adat belum diselesaikan atau maskawin belum diselesaikan dan dari pihak perempuan ini menuntut lebih besar dan pihak laki-laki tidak mampu,” paparnya.
Untuk itu, kata Menteri Yembise, perlu duduk bersama dan memaparkan UUD positif ini kepada para perempuan serta tokoh agama, serta tokoh adat itu tahu, agar menenaganinya dengan baik. Jika dipaparkan maka para tokoh agama dan tokoh adat bisa lebih tahu, arahnya dan pelaporannya kemana.
“Saya berharap kepada tokoh agama dan tokoh adat agar dapat berkontribusi baik, dalam pemberian pelayanan untuk memajukan, kaum perempuan dan melindungi anak-anak dari kekerasan, karena menyelamatkan perempuan dan anak sejak dini merupakan indikator kuat dalam mendukung pembangunan bangsa yang berkelanjutan,” imbuhnya. (lam/rm)