JAYAPURA (PT) – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Papua dan Maluku menindak tegas PT. BPC di Merauke, yang diduga terlibat tindak pidana perpajakan yaitu dengan sengaja tidak menyetorkan alias ngemplang pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Kasus ini berlangsung sejak Oktober sampai November 2014 lalu, dengan tersangka inisial MS sebagai direktur perusahaan tersebut.
Sementara perusahaannya dinyatakan tutup pada 2015.
Pelaksana Tugas Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Papua dan Maluku, Muhammad Ismiransyah M. Zain mengatakan MS sebagai tersangka dalam kasus ini dengan sengaja tidak menyetorkan pajak pertambahan nilai (PPN) yang telah dipungutnya ke Kas Negara.
Adapun total kerugian pada pendapatan negara atas PPN yang belum disetorkan itu senilai Rp 778.796.242.
Jumlah ini dihitung dari 42 faktur pajak PT. BPC kurun waktu dua bulan yang dilaporkan pembeli dari perusahaan lain ke pihak perpajakan.
“Kasus ini dilaporkan ke kami oleh orang yang dirugikan PT. BPC lantaran tidak menyetorkan PPN nya. Sementara laporannya kami terima pada 31 Juli 2018 lalu,” kata Muhammad Ismiransyah yang didampingi Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Dr. Heffinur di Kota Jayapura, Jumat, (16/8).
Ismiransyah menjelaskan, selama ini pihaknya telah kooperatif dalam penanganan kasus penggelapan pajak berupa PPN 10 persen itu.
Bahkan, tersangka telah didorong untuk menyetorkan pajak senilai ratusan juta itu ke kantor pajak, namun tidak dipenuhi oleh tersangka.
Sementara, masa kadaluarsa penanganan kasus ini berlaku selama 10 tahun.
“Upaya kooperatif telah kita lakukan mulai dari pemeriksaan, himbauan, bukper hingga penyidikan dan diawasi oleh Polda sebagai Koordinator Pengawasan. Dan kasusnya tengah ditangani oleh Jaksa,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Dr. Heffinur menegaskan, pihak perpajakan telah memenuhi prosedur penanganan kasus ini.
Bahkan katanya, pihaknya dengan kerjasama kepolisian telah melakukan penahanan terhadap tersangka MS pada di Merauke, Kamis, 15 Agustus 2019.
“Kita perintahkan dalam satu minggu ini berkas tersangka dilengkapi untuk dilakukan tahap dua. Namun terbuka apabila tersangka menyetorkan PPN itu sepanjang proses hukum berlangsung maka kasusnya kita nyatakan selesai,” kata Heffinur.
Atas perbuatannya, MAS ditersangkakan Pasal 39 ayat (1) huruf I UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan perubahan UU No.28 Tahun 2007 dengan ancaman penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun, serta denda paling banyak 4 kali pajak terutang. (mt/rm)