JAYAPURA (PT) – Pemahaman isu gender bagi di Provinsi Papua masih rendah, sehingga kondisi ini antara lain berdampak pada perencanaan dan penganggaran kegiatan belum sepenuhnya mengidentifikasi isu gender.
Bahkan, saat ini masih ada hambatan dan tantangan yang dihadapi antara lain masih lemahnya pemahaman tentang isu Gender, khususnya di kalangan para perencana program/kegiatan telah menyebabkan perencanaan dan penganggaran kegiatan di daerah belum sepenuhnya mengidentifikasi dan mengintegrasikan isu gender kedalam kebijakan dan program-programnya.
“Akibatnya, program dan kegiatan yang disusun masih netral gender, bahkan tidak menutup kemungkinan bias gender,” kata Gubernur Papua, Lukas Enembe dalam sambutan tertulis yang dibacakan Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia, Anny Rumbiak, pada kegiatan penguatan kapasitas auditor/pengawasan daerah dalam pelaksanaan Perencanaan Penganggaran Responsif Gender (PPRG), Kamis, (25/9).
Menurutnya, salah satu upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan guna meningkatkan kualitas hidup menusia baik laki-laki maupun perempuan adalah melalui pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional sesuai Inpres 9 tahun 2000 dan Permendagri No 67 tahun 2011 tentang PUG di daerah.
Bahkan, kata Gubernur Enembe, untuk mempercepat pelaksanaan strategi pengarusutamaan gender, sesuai target yang ditetapkan baik di kemendagri/ lembaga maupun di daerah dikeluarkanlah surat edaran 4 menteri tahun 2012 yaitu Kementerian Percepatan Nasional/Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan anak tentang strategi nasional (stranas) percepatan pelaksanaan pengarusutamaan gender melalui Perencanaan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) yang diintegrasikan kedalam dokumen perencanaan dan penganggaran mulai dari kebijakan, program, kegiatan, monitoring dan evaluasi.
Oleh karena itu, lanjut Gubernur Enembe, salah satu wujud pelaksanaan pengarusutamaan gender adalah adanya perencanaan dan penganggaran yang responsif gender.
Dua proses itu saling terkait dan terintegrasi untuk mengatasi kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dalam pelaksanaan pembangunan antara perempuan dan laki-laki, anak laki-laki dan anak perempuan serta kelompok yang berkebutuhan khusus.
Dikatakan, Percepatan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender melalui Perencanaan Penganggaran Responsif Gender sesuai surat edaran bersama tersebut, dalam beberapa tahapan sudah dilakukan di Provinsi Papua dengan melakukan penguatan kelembagaan Pengarusutamaan Gender yaitu terbentuknya kelompok kerja PUG, fokal poin gender maupun tim teknis analisis anggaran daerah ditingkat Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota sebagian telah terbentuk kelompok kerja PUG termasuk di Kota Jayapura.
Untuk itu, imbuh Gubernur Enembe, keterampilan dan kapasitas SDM khususnya para auditor menjadi bagian yang penting untuk disiapkan dalam rangka advokasi percepatan Pengarusutamaan Gender melalui mekanisme Perencanaan Penganggaran Responsif Gender. Pemahaman yang kuat tentang isu Gender, PUG dan PPRG dan para auditor akan dapat memastikan pelaksanaan strategi Pengarusutamaan Gender melalui PPRG pada program-program prioritas di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dapat terlaksana.
“Pemerintah Provinsi Papua mengucapkan terima kasih pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, dan berharapa kegiatan ini dapat terlaksana juga di kabupaten lainnya, sehingga terwujudknya kesetaran dan keadilan gender di tanah Papua serta kesejahteraan masyarakat,” imbuhnya.
Sementara, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Papua, Anike Rawar, kegiatan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) merupakan salah satu mekanisme yang dibangun untuk mempercepat pelaksanaan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan.
“Jadi, kegiatan ini diharapkan dapat terintegrasi dalam semua bidang pembangunan. Karena tujuannya untuk meningkatkan pemahaman, kemampuan dan kompetensi para pengawas/auditor di Propinsi Papua, sehingga mampu memastikan program-program responsive gender dapat terlaksana dengan baik dan menghasilkan output yang diharapkan,” katanya.
Anike menambahkan, kegiatan seperti ini akan dilaksanakan di beberapa kabupaten lagi dalam waktu dekat, karena kami ingin adanya pemahaman yang kuat dari para auditor tentang isu gender, sehingga dapat memastikan program-program prioritas terkait dengan penyelamatan ibu dan anak dapat diakomodur pada OPD Â terkait di Papua. (lam/sri)