JAYAPURA (PT) – Pemerintah Provinsi Papua akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dianggap memberatkan masyarakat.
Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal, SE, MM menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu, akan memberi beban berat kepada masyarakat.
“Nanti kita coba tanyakan ke pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan, karena kalau ini terjadi Papua tidak sama yang terjadi di daerah lain,” kata Klemen Tinal kepada wartawan, Selasa, (12/11).
Ia mengatakan, dengan adanya koordinasi dengan Kementerian Kesehatan, diharapkan ada solusi terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu.
“Kita harap ada solusi soal kenaikan iuran ini,” terangnya.
Seperti diketahui kenaikan iuran BPJS berlaku untuk seluruh segmen peserta, dengan besaran sebagai berikut, Iuran mandiri Kelas III dari Rp 25.500 per bulan menjadi Rp 42.000.
Kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000. Kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000.31
Kenaikan ini sesuai Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 yang mengatur kenaikan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diteken Presiden Joko Widodo pada 24 Oktober 2019.
Kenaikan tarif berkisar 65 hingga 116 persen, yang berlaku mulai 1 Januari 2020.
Kenaikan tersebut untuk menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan yang sudah berlangsung sejak 2014. Nilainya terus bertambah.
Pada 2019 defisit sebesar Rp 32 triliun, dan diprediksi mencapai Rp 77 triliun pada 2024 jika iuran tak dinaikkan.
Dimana ada sejumlah sebab BPJS Kesehatan mengalami defisit. Selain kurangnya disiplin peserta dalam membayar iuran, rasio pembayaran klaim pun tinggi di atas 100 persen.
Di sisi lain, biaya pengobatan untuk penyakit katastropik terus meningkat. (ing/sri)