JAYAPURA (PT) – Indeks Kebebasan Pers tahun ini di Provinsi Papua mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun sebelumnya, walupun nilai IKP Papua masih rendah atau berada pada nilai 66,56.
Hal ini diungkapkan Mantan Ketua Dewan Pers periode 2016-2019, Yosep Adi Prasetyo pada sosilisasi Kebebasan Pers (IKP) tahun 2019 di Jayapura, Senin (25/11) yang menghadirkan empat narasumber.
“Salah satu indikator masih rendahnya IKP Papua adalah masih minimnya pemberitaan soal distabiltas dan berita soal perempuan,” katanya.
Dikatakan, dalam survei yang dilakukan, dari 20 indikator survei didapati kenaikan pada 20 indikator, diantaranya kebebasan berserikat bagi wartawan, kebebasan dari intervensi, kebebasan dari kekerasan dan lain-lain.
“Sedangkan satu indikator yang mengalami penurunan skor yakni indikator kebebasan dan kriminalisasi, yakni sebesar 78,84 pada 2018 turun menjadi 76,57 pada 2019,” jelasnya.
Senada dengan itu, Dewan Pers periode 2019-2022, Agung Dharmajaya mengatakan, angka kemerdekaan pers bukan ditentukan oleh pers, tetapi lingkungannya.
“Ini hal positif dan harus dijaga agar tahun depan dapat dipertahankan angkanya walaupun peringkatnya berubah,” katanya.
Tiga lingkungan obyek survei yang di dalamnya terdapat 20 indikator adalah lingkungan fisik dan politik, hukum dan ekonomi.
Pengukuran Indeks Kemerdekaan Pers didasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia universal sebagai kerangka kerja untuk membandingkan dan menemukan keadaan kemerdekaan pers antar provinsi.
Dalam setiap putaran proses survei diakhiri dengan sebuah forum nasional untuk menemukan nilai akhir dari indeks kemerdekaan pers dan merumuskan sejumlah agenda ke depan.
Pada kegiatan tersebut diharapkan pentingnya sosialisasi adanya Nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Dewan Pers dengan Kepolisian Republik Indonesia perlu ditingkatkan.
Pasalnya, banyak masih banyak aparat kepolisian yang belum mengetahui MoU tersebut. (ing/sri)