JAYAPURA (PT) – Tim Kuasa Hukum AG meminta semua pihak, baik pers, OKP, elemen masyarakat dan publik agar lebih bijak menanggapi kasus tuduhan pemerkosaan yang dilakukan kliennya yang tengah ditangani di Polres Jakarta Selatan.
Sebab hasil investigasi pihaknya membuktikan bahwa pemerkosaan dan abuse sexual yang dituduhkan sebagaimana laporan AD, ibu korban belum bisa dibuktikan.
Selain itu, kuasa hukum juga menilai informasi dan opini yang berkembang saat ini sudah bias interpretasi dan cenderung liar dalam pemberitaan.
Apalagi hingga Senin (10/2), pihak Polres Jakarta Selatan pun belum mengeluarkan pernyataan apapun sehubungan dengan hasil penyelidikannya atas laporan ini.
“Jadi ini jelas ada upaya kriminalisasi AG selaku tokoh Orang Asli Papua. Kami minta dengan tegas, stop kriminalisasi klien kami,” tegas kuasa hukum AG, Dr. Stefanus Roy Rening, SH, MH dan Drs. Aloysius Renwarin, SH, MH di Jakarta, Senin (10/2) sebagaimana rilis yang diterima redaksi www.papuatoday.com
Menurut Roy, ada dua hal yang santer diberitakan seminggu terakhir bahwa ada dugaan sex abuse berupa minuman tertentu yang membius korban dan juga terjadi pemerkosaan yang dituduhkan kepada kliennya.
Sebagai kuasa hukum, pihaknya sudah berusaha melakukan investigasi dan tidak menemukan fakta atas tuduhan yang dimaksud.
Artinya, tuduhan tidak sesuai fakta dan juga tidak ada temuan penggunaan obat bius atau sejenisnya untuk membius.
“Bagaimana bisa dibilang ‘korban’ dibius sementara pertemuan hanya sekitar 30 menit dan langsung bisa pulang sendiri dengan ojek online. Dari akal sehat saja, jika benar dibius tenggang waktu pertemuannya tidak mungkin hanya 30 menit lalu pulang sendiri dengan ojek online,” ujar Roy.
Selain itu, kata Roy, ada kejanggalan lainnya, seperti dalam laporan yaitu kejadian tanggal 28 Januari tapi visum yang dilakukan baru pada tanggal 30 Januari.
Secara hukum, laporan seperti ini diragukan validitasnya.
Selain itu, tidak ada saksi lain dan hanya menyertakan rekaman kamera CCTV.
“Kamera CCTV hanya merekam saat kedatangan dan kepulangan. Karena itu tidak bisa dijadikan bukti adanya unsur pemerkosaan seperti dituduhkan. Karena itu, kami mendesak kepolisian, khusunya Polres Selatan agar segera menghentikan kasus ini,” tegas Roy.
Kuasa hukum AG yang lain, Aloysius Renwarin yang adalah seorang pengacara senior di Papua mengatakan, semua pihak harus bisa lebih bijak dan tahan diri menunggu proses penyelidikan yang sedang dilakukan aparat Polres Jakarta Selatan.
Sebab hingga saat ini aparat penyelidik di Polres Jakarta Selatan belum mengumumkan hasil penyidikannya.
“Untuk itu dalam proses hukum, tidak hanya yang pelapor yang harus dijaga previlesenya, tapi juga terlapor harus dijaga martabat serta kehormatan pribadinya,” kata Renwarin.
Artinya, menurut Renwarin, dalam laporan ini belum ada tersangka.
Pada sisi lain, figur seorang AG dikenal baik di lingkungan birokrat, tokoh agama dan tokoh adat.
Dia sudah berbuat banyak untuk kemajuan kesehatan di Papua dengan membangun banyak fasilitas dan sarana prasarana kesehatan, sukses mengubah RSUD Abepura menjadi rumah sakit yang hebat, dan kini dipercayakan Gubernur Papua untuk membangun RSUD Jayapura menjadi rumah sakit rumah sakit terbaik di kawasan Pasifik.
“Karena itu harga diri, kehormatan dan martabat pribadi AG harus dijaga. Stop menyerang dan membully di media sosial karena kami akan ambil tindakan hukum,” tegas Renwarin.
Renwarin menilai, pemberitaan media dan presepsi yang muncul di tengah publik sudah mengarah pada character assassination atau pembunuhan karakter terhadap AG.
“Mengikuti trend pemberitaan dan opini yang berkembang di tengah masyarakat sudah menjurus ke arah kriminalisasi pribadi terhadap seorang tokoh Orang Asli Papua. Pada sisi lain, ada hubungan kekerabatan yang erat sudah terjalin 20-an tahun antara pelapor dan klien kami. Karena itu kami meminta kepada semua pihak untuk stop melakukan kriminalisasi lewat opini yang menyesatkan publik,” tandasnya.
Renwarin juga menambahkan, kasus ini merupakan delik aduan bukan pidana biasa.
Oleh karena itu, urusan hukum ini hanya antara pelapor dan terlapor dan masih ada peluang untuk berdamai apabila pelapor mencabut laporannya.
Pihaknya juga meminta agar elemen masyarakat dan publik umumnya yang tidak berkepentingan agar segera menghentikan polemik dan perdebatan soal kasus ini karena akan mencemarkan nama baik dan pembunuhan karakter seorang tokoh Orang Asli Papua.
“Terkesan ada upaya kapitalisasi pemberitaan untuk membunuh karakter AG selaku tokoh Orang Asli Papua,” kata Renwarin.
Renwarin mengatakan pihaknya yakin, perbuatan yang dituduhkan tidak benar.
Apalagi antara terlapor dan pelapor memiliki hubungan cukup dekat.
Dimana ketika menikah dulu, AG adalah orangtua wali untuk pernikahan AD dan suami, orang tua dari ABS.
“ABS bahkan memanggil saudara AG dengan sapaan ‘Tete’ (kakek),” jelasnya.
Ia menegaskan pihaknya akan terus mempelajari dengan serius arah perkembangan pemberitaan, opini yang muncul di tengah masyarakat dan akan mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan demi martabat AG selaku tokoh pembangunan kesehatah di Papua.
“Kami minta dengan tegas, demi martabat seorang tokoh Orang Asli Papua, agar informasi dan berita ini tidak terus bias dan melebar lebih jauh, kami mendesak agar pihak kepolisian agar segera menghentikan laporan ini,” ujar Renwarin.
Selain kedua advokat senior, tim kuasa hukum yang mendampingi AG juga ada Yustinus Butu, SH, MH dan Relika Tambunan, SH. (Ist)