Gubernur Papua, Lukas Enembe saat menandatangani prasasti Bandar Udara Mamit, Kabupaten Tolikara, Selasa (8/2)
Dari Kunker di Karubaga dan Peresmian Bandar Udara Mamit
JAYAPURA (PT) – Kunjungan kerja Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH ke Kabupaten Tolilkara salah satunya adalah meresmikan Bandar Udara Mamit, Distrik Kembu, Selasa (8/2). Sebelum menuju Mamit tanah kelahirannya, lebih dulu Gubernur Lukas Enembe bertemu dengan masyarakat di Karubaga, ibukota Kabupaten Tolikara pada Senin (7/2).
Gubernur Papua tak sendiri melakukan kunjungan kerjanya, ia didampingi anggota DPR RI Dapil Papua, Willem Wandik, Wakil Ketua I DPR Papua, DR. Yunus Wonda, sejumlah pimpinan OPD dilingkungan Pemprov Papua yakni Kepala Dinas PUPR, Gerius One Yoman, Kepala BPKAD, Nus Weya, Kepala Dinas Perhubungan, David Telenggen, Kepala Biro Umum dan Protokol, Elpius Hugi serta Kabid SDM BPSDM, Elius Enembe, Kabid Fispra Bappeda, Yulian Weya.
Selain itu, ada juga anggota DPR Papua seperti Elpis Tabuni, Hosea Genongga, Arnold Walilo, Sinup Busup. Setibanya di Bandara Karubaga, rombongan Gubernur Papua langsung disambut masyarakat dengan tari-tarian adat kemudian menuju ke Aula GIDI untuk bertemu dengan masyarakat.
Dalam pertemuan yang berlangsung akrab itu, sejumlah tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh perempuan dan masyarakat menyampaikan kegembiraannya karena sudah dikunjungi oleh orang nomor satu di Papua itu.
Bahkan, masyarakat menyampaikan bahwa kerinduan mereka untuk bertemu anak asli Mamit, Tolikara itu sudah terwujudkan. “Ya, kami senang dan gembira karena Gubernur Papua anak asli Tolikara sudah ada bersama-sama kami disini dan duduk bercerita sama kami,” ungkap salah seorang tokoh agama.
Tak sampai disitu, dalam kesempatan yang langka itu, masyarakat juga menyampaikan keinginan dan kendala-kendala yang masyarakat hadapi mereka kepada Gubernur Lukas Enembe untuk terus membangun Papua. “Kalaupun masih ada yang belum terwujudkan, kami minta Gubernur Papua untuk mewujudkannya demi kepentingan masyarakat Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera yang berkeadilan,” imbuhnya lagi.
Gubernur Lukas Enembe menegaskan, kebijakan yang dilakukan selama ini adalah untuk Papua bukan untuk Kabupaten Tolikara semata dan ia bekerja untuk Papua demi meningkatkan taraf hidup orang Papua dari keterbelakangan serta menjadikan masyarakat Papua menjadi orang hebat.
Untuk itu, setiap orang Papua yang lahir dari Gereja GIDI harus memberkati orang lain dan menjadi berkat bagi orang lain serta menjadi terang bagi dunia. Usai melakukan pertemuan dengan masyarakat di Karubaga, Gubernur Lukas Enembe dan rombongan bertolak menuju Distrik Mamit untuk meresmikan Bandar Udara Mamit, Selasa (8/2).
Pada peresmian Bandar Udara Mamit, Gubernur Enembe kerap kali menetaskan air mata gembira, senang, bangga dan sedih dikarenakan tanah kelahirannya yang dulu tertinggal kini sudah maju dan sudah memiliki bandara secara resmi.
Gubernur mengungkapkan, daerah Mamit adalah kecil dan hampir tidak ada gangguan keamanan sampai saat ini alias aman bahkan pada tahun 1963 daerah Mamit adalah daerah terbelakang di seluruh Kabupaten Jayawijaya sehingga perlu direnungkan bagaimana seorang anak dari daerah terbelakang di seluruh Kabupaten Jayawijaya bisa menjadi Gubernur Papua.
“Daerah Mamit ini dibuka tahun 1963. Meskipun kondisi saat itu masih terbelakang tapi orangtua dari Mamit bisa terima injil sehingga ada perubahan,” ucap Gubernur sambil meneteskan air mata.
Untuk meyakinkan masyarakat yang hadir pada acara peresmian Bandar Udara Mamit itu, Gubernur mengundang seorang tokoh asal Mamit yang juga anggota DPR Papua, Thimotius Wakur untuk menjelaskan sedikit tentang Distrik Mamit.
Gubernur menambahkan, keberadaan injil melahirkan manusia asal Mamit menjadi manusia unggul dan hebat bahkan ia menegaskan bahwa ia lahir di Mamit bukan untuk orang Mamit tapi ia lahir untuk Papua dan untuk kepentingan Papua, membela orang Papua. “Ko Harus Catat Itu,” tegasnya.
Diakuinya, orang tuanya yang melahirkannya adalah untuk membela orang Papua, orang yang rambut keriting dan hitam kulitnya, membela rakyat Papua yang menderita, menangis. Bahkan menurutnya, orang Papua sudah banyak yang menangis dan kehidupan orang Papua tidak bahagia bahkan orang Papua tidak “happy” diatas tanahnya.
“Seluruh orang Papua di muka bumi ini tidak happy dan mereka tidak hidup dalam kebahagian. Intan Jaya menangis, Puncak menangis, Pegunungan Bintang menangis, Maybrat menangis dan mereka tidak hidup aman di negerinya sendiri. Kami lahir bukan untuk itu tapi kami lahir untuk hidup berbahagia dan menikmati kebahagiaan serta tidak ada tangisan air mata. Orang Papua harus bahagia, ini utama,” cetusnya.
Ia menjelaskan, ketika pertama ia keluar dari Mamit, landasan bandara masih rumput tapi sekarang sudah bagus diaspal. Untuk itu, anak daerah yang sudah sukses supaya bisa membangun daerahnya. “Saya harapkan bandara ini semakin ditingkatkan pelayanannya, dibangunkan talud, dipagar keliling karena akan masuk pesawat dari Sentani ke Mamit,” imbuhnya.
Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Papua, David Telenggen menjelaskan, keberadaan sebuah bandara di Kabupaten Tolikara memiliki peranan yang strategis dalam membuka keterolisasian daerah dalam menggerakkan perekonomian dan menjalankan roda pemerintahan bagi pelayanan kepada masyarakat.
Pembangunan sarana transportasi dinilai sangat penting dan mendesak bagi Distrik Kembu ditengah-tengah kondisi ketersediaan sarana prasarana transportasi darat yang masih terbatas. Oleh sebab itu, Pemprov Papua mengambil langkah perencanaan dan pembangunan sehingga Bandara Mamit bisa diresmikan oleh Gubernur Papua.
Perlu diketahui, Lanjut Kadis Perhubungan bahwa pada saat ini Bandara Mamit telah dilayani oleh perintis dari Wamena tujuan Mamit kemudian pihaknya selaku Dinas Perhubungan Provinsi Papua bakal mengusulkan satu rute perintis dari Sentani Mamit.
Pembangunan Bandar Udara Mamit dimulai sejak tahun 2016 dan rampung hingga akhir tahun 2021, oleh karena itu dengan dibangunnya Bandar Udara Mamit dapat memperlancar akses keluar masuk manusia dan barang serta dapat meningkatkan ekonomi masyarakat Kabupaten Tolikara lebih khusus masyarakat Kembu. (nald)