JAYAPURA (PT) – Aliansi Jurnalis Independen Jayapura bersama Persatuan Wartawan Indonesia Papua dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Papua menyesalkan dugaan aksi intimidasi yang menimpa Wartawan Cenderawasih Pos, Abdel Gamel Naser pada Selasa (11/7) di Kota Jayapura.
Jurnalis yang biasa disapa Gamel ini diduga mendapatkan intimidasi oleh dua oknum aparat kepolisian sehingga terpaksa menghapus tiga foto hasil liputannya. Peristiwa ini terjadi saat Gamel melakukan kegiatan peliputan kasus perusakan hutan bakau di kawasan konservasi Taman Wisata Alam Teluk Youtefa, Kota Jayapura.
Gamel bersama sekitar belasan wartawan lainnya meliput kegiatan penghentian aksi penebangan dan penimbunan material pasir di areal hutan bakau Taman Wisata Alam Teluk Youtefa pada pukul 12.10 WIT. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Papua, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua dan Ditkrimsus Polda Papua.
Berdasarkan penuturan Gamel, dirinya mendapatkan aksi intimidasi ketika sedang mengambil gambar di salah satu lokasi di tempat liputan yang telah dipasang garis polisi. Kebetulan terdapat beberapa personel kepolisian yang berdiri dekat lokasi yang dipotret Gamel.
Diduga aparat ini sudah berada di lokasi penimbunan tersebut sejak beberapa hari sebelumnya.
Kemungkinan mereka terindikasi turut menjaga aktivitas penimbunan yang dilakukan oknum pengusaha di kawasan hutan bakau.
Dua oknum anggota polisi kemudian memanggil Gamel dan menanyakan alasannya memotret lokasi tersebut. Keduanya memaksa Gamel untuk menghapus foto-foto tersebut meskipun dia telah menjelaskan profesinya sebagai wartawan.
“Demi menghindari keributan dan masih melaksanakan liputan di tempat yang lain, saya terpaksa menghapus foto-foto tersebut. Saat saya meninggalkan lokasi tersebut, mereka pun kembali mengeluarkan ancaman: awas kau ya..” ungkap Gamel.
Organisasi Pers di Papua pun bersikap atas dugaan aksi intimidasi yang dialami Gamel. Ketua AJI Jayapura, Lucky Ireeuw mengecam aksi intimidasi yang menimpa Gamel di lokasi liputan pada Selasa kemarin.
Lucky menilai dugaan aksi represif yang dialami Gamel telah menghambat implementasi kebebasan pers di Tanah Papua. “Aksi intimidasi yang dialami Gamel telah menghambat kebebasan pers dan melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999,” tegas Lucky.
Ia pun menyerukan Polda Papua memberikan sanksi tegas bagi oknum aparat yang diduga terlibat dalam aksi tersebut. “Kami meminta pihak kepolisian agar menjamin kebebasan pers di Tanah Papua,” kata Lucky.
Sementara itu, Ketua IJTI Papua, Meirto Tangkepayung menyayangkan peristiwa yang menimpa Gamel ketika sedang melaksanakan tugas peliputan. Ia berharap Polri sebagai mitra para jurnalis dapat mendukung kebebasan pers di Tanah Papua.
Sementara Wakil Ketua PWI Papua Bidang Advokasi, Ridwan Madubun menegaskan, pihaknya mengecam tindakan arogansi yang mengarah pada dugaan intimidasi kepada rekan-rekan pers khususnya Gamel. Ridwan menilai aksi ini tidaklah benar karena terjadi ketika Gamel sedang melaksanakan tugasnya di ruang publik.
Ia pun menyesalkan aksi represif terhadap jurnalis di Papua masih terjadi hingga kini. Padahal, jurnalis dilindungi oleh undang-undang dalam melaksanakan tugas peliputan demi memberikan informasi bagi masyarakat.
“Seharusnya semua pihak mematuhi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kami sangat mengecam aksi ini dan mudah-mudahan oknum yang terlibat dapat dikenakan sanksi,” ucap Ridwan didampingi Koordinator Bidang Hukum PWI Papua, Ronald Manurung, SH.
Kepala Bidang Humas Polda Papua, Kombes Pol. Ignatius Beny Ady Prabowo mengatakan, pihaknya selama ini telah berupaya memberikan materi mengenai kebebasan pers bagi calon polisi sejak mengikuti pendidikan di SPN. “Saya juga baru mengetahui informasi ini. Jurnalis yang mengalami peristiwa ini bisa melaporkan ke Bidang Propam, ” tambah Ignatius. (Dian)
Editor : Ronald