TOLIKARA (PT) – Pasca konflik antar kelompok warga yang terjadi di Distrik Umagi dan Distrik Wina, Kabupaten Tolikara, beberapa hari lalu, langsung direspon cepat Bupati Tolikara, Usman G Wanimbo, SE, MSi.
Bahkan, Bupati Usman Wanimbo didampingi Wakapolres Tolikara, Kompol Sujito, SE dan Perwira Penghubung Mayor Infanteri Djoko purnomo serta Ketua I DPRD Tolikara, Epius obama Tabo, SSos bersama pimpinan OPD terkait langsung turun ke Distrik Umagi pada Jumat – Sabtu (12-13/10).
Kedatangan Bupati Usman Wanimbo bersama rombongan itu, guna menghentikan konflik perang saudara antara masyarakat Kampung Umagi, Distrik Umagi dengan masyarakat Kampung Gualo, Distrik Wina akibat pembagian buah pisang yang tidak merata kepada keluarga pihak pelaku dan pihak korban terjadi pemukulan dan penyelesaian masalah di desa tidak sesuai perbuatan berujung terjadi perang saudara di Distrik Umagi sejak Selasa (9/10).
Bupati Usman Wanimbo bersama rombongan berhasil mempertemukan masyarakat Kampung Umagi Distrik Umagi dengan masyarakat Kampung Gualo, Distrik Wina dengan membuat kesepakatan bersama bahwa pihak pelaku dan pihak korban sepakat untuk menghentikan perang saudara dan berdamai kembali.
Keluarga korban yang tewas saat peperangan sepakat tidak minta denda untuk pembayaran kepala. Perdamaian menurut kesepakatan bersama akan dilakukan di Distrik Umagi pada Selasa (16/10) besok.
“Saya minta kedua belah pihak baik pihak korban dan pihak pelaku harus menghentikan perang dan tidak lagi mengangkat jubi dan panah sejak kedatangan kami hari ini sampai kita akan lakukan perdamaian pada Selasa (16/10),“ tegas Bupati Usman Wanimbo.
Ia berharap agar persoalan perang itu tidak terulang kembali, karena saat ini pihaknya tengah menyiapkan berbagai upaya termasuk Pemkab Tolikara akan membuat peraturan daerah tentang pemberhentian jabatan dari yang tingkat atas sampai tingkat bawah dimana di salah satu distrik terjadi perang saudara yang merugikan banyak orang.
“Konsekwensinya pimpinan pemerintahan di Distrik itu, mulai dari kepala distrik, kepala desa dan kepala suku dan juga pimpinan agama dari ketua klasis dan gembala jemaat semua jabatan itu akan digantikan orang lain. Karena dianggap tidak mampu menangani atau menyelesaikan masalah di wilayahnya, Perda ini mulai berlaku tahun depan untuk seluruh Tolikara,“ imbuhnya.
Ditempat yang sama, Wakapolres Tolikara, Kompol Sujito, SE menegaskan, jika TNI/Polri Tolikara selalu siap untuk mengamankan konflik perang saudara ini dan berupaya untuk mendamaikannya.
“Kami berharap situasi yang sudah membaik ini bisa bertahan sampai kita lakukan perdamaian,“ imbuhnya.
Usai pertemuan kedua belah pihak itu, Bupati Usman Wanimbo memberikan bantuan kepada pihak korban dan pihak pelaku masing – masing diberikan bantuan uang Rp 150 juta dan bantuan beras 2 ton serta bama lainnya.
Wakapolres mengklarifikasi atas pemberitaan yang dimuat Cenderawasih Pos bahwa konflik perang itu, terjadi akibat perzinahan, itu tidak benar.
“Tetapi yang benar sesuai dengan kronologis di lapangan adalah perang saudara itu terjadi akibat pembagian makanan berupa buah pisang masak yang tidak merata kepada keluarganya,“ katanya.
Ditambahkan, dari keterangan pihak korban dan pihak pelaku membenarkan bahwa pisang itu ditanam oleh pelaku yakni kakak tua dari lima bersaudara, tetapi buah pisang setelah tua dipotong oleh korban yakni istri dari anak ketiga setelah pisang itu masak dipanggilnya anak-anak pelaku bersama anak-anaknya korban membagikan buah pisang yang sudah masak itu.
Namun disengaja atau bukan korban membagikan buah pisang yang ujung sisir kecil diberikan kepada anak-anak pelaku yang nota bene adalah pemilik pisang itu, tetapi sisir yang besar diberikan kepada anak-anak korban.
Usai pembangian itu anak-anak pelaku sambil menangis melaporkan kepada bapaknya atau pelaku bahwa mereka menerima bagian buah pisang hanya yang kecil, sedangkan yang lainnya menerima yang besar.
Pelaku tidak terima pembagian yang tidak merata itu, lalu mendatangi korban memarahinya, bahkan memukulnya mengunakan parang di bagian yang tumpul ditaruh dibahu korban, tetapi ketika menarik parang karena parang itu tajam sehingga kulit dibagian bahu korban terkikis sehingga megeluarkan darah yang cukup banyak.
Berita pemukulan ini didengar oleh keluarga korban, mereka tidak terima, sehingga masalah itu ditangani kepala desa setempat.
Namun, keluarga korban menganggap pemukulan menggunakan alat tajam berarti ada motif pembunuhan sehingga keluarga mendenda pihak pelaku dengan babi 30 ekor dan uang Rp 200 juta.
Pada saat penyelesaian masalah itu, keluarga korban tidak menerima pembayaran, karena tidak sesuai dengan permintaan akibatnya terjadi baku marah dan kedua belah pihak langsung angkat jubi dan terjadilah perang dengan korban 1 orang tewas di tempat dari pihak korban dan luka – luka lebih dari 11 orang.
Dari 11 orang yang luka-luka itu, 6 orang sudah dirawat namun 5 orang dirujuk untuk ditangani lebih lanjut di RSUD Tolikara. Sedangkan pihak pelaku mengalami luka – luka 10 orang, 6 orang sudah dirujuk ke RSUD Tolikara karena luka berat. (Diskominfo Tolikara/rm)