JAYAPURA (PT) – Gubernur Papua Lukas Enembe, SIP, MH mengatakan, pemerintah akan terus melestarikan bahasa dan sastra daerah guna mempertahankan dan memantapkan jati diri orang Papua.
Sebab, kehadiran UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, maka pendidikan dan kebudayaan hadir sebagai jaminan atas kekhawatiran akan punahnya bahasa daerah yang semakin menguat.
“Bahasa daerah dan sastra kini telah menjadi bagian penting dalam era Otonomi Khusus Papua. Hal ini sebagai konsekuensi logis atas pengkuan hak-hak daerah termasuk pengakuan terhadap bahasa daerah,” kata Gubernur Enembe dalam sambutan yang disampaikan Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan dan Politik, Simeon Itlay, pada Seminar Perencanaan Bahasa Daerah di Tanah Papua, Selasa (16/10).
Menurut Gubernur, wilayah Papua memiliki bahasa, sastra dan suku bangsa yang terbanyak jumlahnya di negara Indonesia. Di Tanah Papua terdapat 248 suku dan tujuh wilayah adat, Mamta, Saireri, Domberai, Bomberai, Ha Anim, Laapago, dan Meepago.
Tiap-tiap suku dan kelompok etnik itu, kata Gubernur, mempunyai kebudayaan sendiri, termasuk bahasa dan sastranya.
Menurut data Badan Pengembangan dan Pembinaan jumlah bahasa daerah di Indonesia sekitar 668 bahasa, ada sebanyak 395 bahasa di Papua. Selain itu, bahasa yang memiliki dialek hanya 16 bahasa, dimana 10 ada di Provinsi Papua dan 6 di Papua Barat.
Lebih lanjut, tingkat mobilisasi masyarakat juga berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bahasa daerah. Oleh karena itu, agar bahasa daerah tetap berkembang, perlu upaya dan langkah-langkah strategis dalam pengembangan bahasa daerah di Papua tidak punah.
Gubernur mengatakan, pembinaan bahasa daerah perlu dilakukan melalui jalur pendidikan formal, baik dalam keluarga maupun lingkungan masyarakat.
“Pemerintah akan mendorong masyarakat Papua di wilayah adat masing-masing untuk mempertahankan dan mengembangkan bahasa daerahnya masing-masing,” pungkasnya. (lam/rm)