JAYAPURA (PT) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti Pemerintah Provinsi Papua yang belum memberhentikan dengan tidak hormat para Aparat Sipil Negara (ANS) yang sudah dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi oleh pengadilan.
“Jadi, aturan itu sudah ada dan tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri PAN-RB Syafruddin dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana, SKB itu menjadi pedoman bagi kepala daerah atau Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam menangani ASN yang telah divonis bersalah dan berkekuatan hukum tetap dalam kasus tipikor,” tegas Adlinsyah Maluk Nasution, Koordinator Wilayah VIII KPK RI, dalam Rapat Koordinasi Evaluasi Program Pemberantasan Korupsi Terintegras, Rabu, (22/5).
Andlinsyah mengatakan, sejauh ini baru 11 Pemerintah Daerah di Papua yang telah melaksanakan putusan SKB tersebut.
Dianntaranya, Pemda Keerom dengan 9 SK PTDH, Supiori 10 SK PTDH dan Biak Numfor 17 SK PTDH.
“Proses pemecatan PNS yang terbukti korupsi ini harus dipercepat. Kepala Daerah atau pimpinan instansi harus mengikuti aturan yang telah ditentukan,” tegas Adlinsyah.
Ia pun mengingatkan ada potensi kerugian keuangan negara jika para PNS yang terbukti korupsi itu tak dipecat.
Alasannya, PNS tersebut tetap menerima gaji meski mendekam dalam penjara.
“Pemprov Papua saja belum sampai sekarang. Ada risiko hukum dan keuangannya jika tak dipecat. Ini yang seharusnya menjadi pertimbangan serius para pejabat pembina kepegawaian,” ujarnya.
Sebelumnya, Asisten Bidang Umum Papua, Elysa Auri mengungkapkan bahwa Pemerintah Provinsi Papua sedang memproses 10 ASN di lingkungannya yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
“Untuk Papua secara keseluruhan ada 146 ASN dan info terakhir per 30 April baru 56 ASN yang dipecat. Khusus untuk proses pemecatan 10 ASN di Pemprov Papua, menjadi kewenangan Gubernur selaku pejabat pembina kepegawaian,” imbuhnya. (lam/rm)