JAKARTA (PT) – Terkait dengan pembatasan akses internet di Papua dan Papua Barat, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI, Rudiantara mengatakan jika itu bukan hanya diputuskan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi saja.
Sebaliknya, pemerintah pada umumnya mempertimbangkan perihal ini dari berbagai sisi dan diputuskan masih dilakukan pembatasan terhadap data di dua provinsi itu.
“Kalau pembatasan, saya harapkan secepatnya dipulihkan kembali. Ini pembatasan ya, bukan pemblokiran total, karena masih bisa telepon dan sms. Tapi, tiap kebijakan memang ada yang dukung dan ada yang tidak dukung. Kembali ke pernyataan Presiden bahwa ini untuk kepentingan bersama,” kata Rudiantara kepada wartawan di Istana Merdeka Jakarta, Senin, (26/8) usai Ratas.
Ditanya urgensi terkait pembatasan terhadap data yang hanya terjadi di Papua dan Papua Barat, Menkominfo Rudiantara menjelaskan bahwa terdapat lebih dari 230 ribu URL yang menyebarkan hoaks di dunia maya, dimana yang paling masif ialah melalui media sosial Twitter.
“Artinya, hoaks ini termasuk berita bohong, menghasut, bahkan mengadu domba. Demikian, Kemkominfo melakukan ini dengan dasar UU ITE yang mengacu pada UUD, yang mana menghormati hak asasi manusia di pasal 28 j dan itu memang diperbolehkan dilakukannya pembatasan dengan mengacu pada undang-undang yang berlaku,” jelasnya.
Rudiantara mengatakan jika dalam UU ITE itu, justru pemerintah, dalam hal ini Kemkominfo memiliki kewajiban untuk membatasi penyebaran konten yang sifatnya negatif.
“Saya memiliki kewajiban karena diberi kewenangan. Justru sebaliknya kalau saya tidak lakukan, malah saya yang akan melanggar undang-undang,” tandasnya.
Tekait pembatasan internet itu, Menkominfo Rudiantara menyampaikan permohonan maaf.
“Saya juga minta maaf kepada teman teman yang terdampak ini. Tapi ini bukan hanya saya, melainkan untuk kepentingan bangsa,” imbuhnya. (rm)