JAYAPURA (PT) – Pusat Pengendali Masyarakat Adat Pegunungan Tengah Papua menilai acara Bakar Batu ditengah proses Deklarasi Papua Damai yang berlangsung, Kamis, 5 September 2019, adalah kurang tepat.
Pasalnya, belum semua perwakilan dari kepala suku baik dari 16 kabupaten yang ada di wilayah pegunungan tengah dan kepala daerah serta kepala suku di wilayah pesisir Papua yang hadir proses perdamaian hingga deklarasi.
“Saya mewakili 16 perwakilan adat di pegunungan tengah Papua menyatakan satu sikap bahwa upacara bakar batu tunda dulu. Dalam tradisi kami, bakar batu untuk perdamaian itu bukan di awal, tetapi di akhir setelah pembicaraan (damai) selesai,” tegas Lesman Tabuni selaku Kepala Suku Pusat Pengendali Masyarakat Adat Pegunungan Tengah Papua di Abepura, Kota Jayapura, Sabtu, (7/9).
Menurutnya, alangkah lebih baiknya jika sepanjang proses rekonsiliasi hingga Deklarasi Papua Damai menghadirkan seluruh pihak terkait, baik para terduga pelaku pengerusakan dan korban yang dirugikan atas pengerusakan itu.
Begitu juga dengan keluarga korban dimana anggota keluarganya meninggal akibat dari sasaran amuk massa yang menyebut diri sebagai Paguyuban Nusantara.
Lesman menegaskan, perdamaian tidak cukup dilakukan dengan deklarasi semata.
Bagi masyarakat pegunungan tengah, perdamaian sejatinya dilakukan dengan hati.
“Mari semua sama-sama duduk dan merenungkan segala perbuatan maupun kesalahan masing-masing. Kemudian memeriksa apakah semua yang bersengketa sudah lengkap atau tidak. Kemudian dipastikan waktunya kapan bakar batu dilakukan. Itulah puncak perdamaian dengan saling memaafkan dan bersalaman,” ujarnya.
Kepada Gubernur Papua yang juga sebagai Pembina Pusat Pengendali Masyarakat Adat Pegunungan Tengah Papua, Lesman menyarankan agar segera melakukan pendekatan dengan masyarakat akar rumput, baik masyarakat Papua maupun lainnya yang tinggal dan hidup di Papua.
“Itu perlu dilakukan agar perdamaian yang sesungguhnya bisa terwujud,” harapnya.
Kepada Kapolri Tito Karnavian dan Panglima TNI Hadi Tjahjanto serta jajarannya di Papua, ia meminta agar proses penegakan hukum terhadap pelaku rasisme, provokator, pengerusakan dan penganiayaan yang berujung hilangnya nyawa orang harus ditindak dengan tegas dan tanpa pandang bulu.
“Jangan sampai hal yang sama terulang kembali. Saya minta juga bapak Walikota Benhur Tomi Mano dan Bupati Jayapura Mathius Awoitaouw serta para kepala suku Se-Tanah Tabi ada dalam perdamaian, karena merekalah pemilik rumah yang memberi arahan bagi kita semua,” tandasnya.
Sebelumnya, Kapolri dan Panglima TNI menggagas Deklarasi Papua Damai dengan dihadiri perwakilan tokoh dari berbagai elemen masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh agama.
Hal ini dilakukan untuk mewujudkan stabilitas keamanan di Papua dan Papua Barat, pasca kerusuhan yang terjadi di Kota Jayapura dan beberapa daerah lainnya.
“Kedatangan kami ke Papua untuk memberi jaminan serta rasa aman bagi masyarakat. Kami ditugaskan Presiden untuk memastikan situasi yang aman dan damai di tanah ini,” kata Kapolri Tito Karnavian kepada seluruh penghadir dalam Deklarasi Papua Damai yang digelar di Swissbel Jayapura, Kamis 5 September 2019. (mt/rm)