JAYAPURA (PT) – Dinas Sosial, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Papua akan melakukan pembenahan data penerima bantuan sosial di 28 kabupaten dan satu kota.
Hal ini menyusul ditemukannya 1,5 juta penerima bantuan yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pekan lalu.
Demikian disampaikan Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pemanfaatan Data Dinas Sosial, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Papua, Iskandar Rahman saat ditemui Papuatoday.com, Senin (18/11).
Iskandar mengakui, jika dari hasil pengecekan pihaknya menemukan data penerima bantuan yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) di 28 kabupaten dan satu kota yang ada di Papua.
Padahal kata dia, NIK merupakan syarat utama untuk memverifikasi setiap penerima bantuan tersebut.
“Kenyataan memang banyak penerima bantuan seperti beras untuk masyarakat miskin atau raskin dan Program Keluarga Harapan tidak memiliki NIK. Mereka hanya menggunakan seperti nomor peserta penerima bantuan,” bebernya.
Menyikapi hal itu, Iskandar mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan seluruh Dinas Sosial, Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang ada di daerah untuk mendata kembali penerima bantuan tersebut.
“Ini (pembenahan) sangat penting agar bantuan yang disalurkan pemerintah pusat seperti raskin dan Program Keluarga Harapan tepat sasaran. Tanpa NIK maka sangat rawan terjadi penyimpangan dalam penyaluran bantuan,” jelasnya.
Menurut Iskandar, banyaknya warga yang belum memiliki NIK dikarenakan perekaman KTP elektronik di Provinsi Papua masih rendah.
Sementara ini, hanya Kabupaten Jayapura yang mencapai 100 persen dalam perekaman KTP elektronik.
Data Dinas Sosial, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Papua, jumlah penduduk yang ditargetkan wajib ikut perekaman KTP elektronik di Papua sebanyak 4.283.376 jiwa. Namun, hingga akhir Oktober 2019, baru 1.503.197 jiwa atau 45.23 persen warga yang telah melakukan perekaman KTP elektronik.
“Penyebab perekaman KTP elektronik masih rendah karena minimnya sarana dan prasarana, minimnya kesadaran warga tentang pentingnya data kependudukan dan adanya penolakan dari banyak warga. Misalnya, sebagaian dari mereka menganggap perekaman KTP bertentangan dengan injil, sebagian lagi berseberangan dengan NKRI,” pungkasnya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol. Ahmad Mustofa Kamal menyatakan penerimaan hibah atau bantuan berdasarkan data yang tidak akurat merupakan suatu bentuk tindak pidana khusus.
Temuan data tersebut pun menjadi catatan penting bagi kepolisian untuk melakukan penyelidikan.
“Bantuan dana dikucurkan sesuai dengan permintaan dan harapan lewat acuan daerah itu sendiri. Jangan sampai (bantuan) tidak sampai sasaran, dan itu menjadi catatan bagi Kepolisian untuk proses penyelidikan. Bagaimana sinergitas memantau dan menyelidiki bantuan tersebut termasuk dana desa itu sendiri,” singkat Kamal. (mt/sri)