Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat memberikan cinderamata berupa plakat kepada Sekda Papua, M. Ridwan Rumasukun disela-sela acara Rakor Supervisi Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Wilayah Papua, Selasa (23/11)
JAYAPURA (PT) – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata meminta seluruh kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Wali Kota) di Papua untuk memperkuat tata kelola pemerintahan yang baik di daerahnya masing-masing.
“Terkait program pencegahan korupsi, KPK mendorong implementasi delapan fokus area yang kami petakan berdasarkan risiko korupsi dari pengalaman penanganan perkara korupsi oleh KPK maupun apgakum lain,” ungkap Alex dalam sambutan Rapat Koordinasi Supervisi Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Wilayah Papua di Kantor Gubernur, Selasa (23/11).
Wakil Ketua KPK, Alex memaparkan kedelapan area rawan korupsi tersebut, yaitu meliputi perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, perizinan, pengawasan APIP, manajemen ASN, optimalisasi pajak daerah, manajemen aset daerah, dan tata kelola keuangan desa.
Berdasarkan catatan KPK, kata Alex, skor rata-rata upaya pencegahan korupsi di wilayah Papua yang meliputi delapan area tersebut yang terangkum dalam Monitoring Center for Prevention atau disebut MCP masih rendah.
Dengan skala skor 0 hingga 100 persen, pada 2018 hingga 2020, sambungnya, tercatat skor rata-rata wilayah Papua 25 persen, 34 persen dan 25 persen.
Sedangkan 2021 ini, lanjutnya, masih di angka 9 persen dibandingkan skor rata-rata nasional 46 persen.
“Dari capaian MCP, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemda di Papua,” tegas Alex.
Alex juga mengingatkan, kunci keberhasilan pencegahan korupsi tidak lain adalah komitmen kuat pimpinan daerah, yaitu kepala daerah bersama-sama pimpinan DPRD.
Selain itu, Alex juga meminta setiap insan pada jajaran birokrasi, baik di bidang eksekutif maupun legislatif untuk menjaga integritas dan terus memperkuat tata kelola yang terintegrasi.
Secara khusus Alex meminta agar kepala daerah melakukan pemberdayaan terhadap aparatur pengawasan intern pemerintah (APIP).
“Harapannya, agar inspektorat dapat melakukan pengawasan yang memadai,” imbuhnya.
“Mereka menjadi pengawal bapak-bapak dalam menjalankan pemerintahan selama 5 tahun. Karenanya harus diperkuat terkait kapasitasnya dengan memberikan pelatihan, jumlah auditornya, maupun kecukupan anggarannya,” pinta Alex.
Selain soal pengawasan oleh Inspektorat, Alex juga mengingatkan tentang pentingnya kehadiran negara dalam mengatasi persoalan aset khususnya tanah di Papua.
Menurutnya, sangat rawan jika aset tidak memiliki alas hukum yang sah. Karenanya, kata Alex, pihaknya terus mendorong percepatan sertifikasi aset sebagai bentuk pengamanan demi mencegah terjadinya kerugian keuangan negara atau daerah karena aset yang beralih dan dikuasai pihak ketiga yang tidak berhak.
Dia juga menyadari persoalan setiap daerah berbeda-beda. Dengan mempertimbangkan kekhususan budaya dan status Papua sebagai daerah otonomi khusus, Alex menyarankan, dibentuknya sebuah lembaga adat yang sah dan diakui yang bertindak untuk dan atas nama masyarakat Papua.
Harapannya, tidak terjadi klaim atau kasus tanah yang terus berulang.
“Ini semua untuk kepastian hukum sebagai syarat investasi. Bapak-bapak punya kepentingan untuk mendorong investasi sebagai jalan untuk pembangunan di daerah yang dapat membuka lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan,” pungkasnya. (ist/rm)