JAYAPURA (PT) – Mantan anggota DPRP, Jhon NR Gobai menyoroti masalah pendidikan disaat Komisi X DPR RI melakukan kunjungan perdana ke Provinsi Papua pada masa reses pertama tahun 2024. Dalam perdana reses ini, Komisi X menyerap dan menghinmpun sejumlah aspirasi dari pelaku pendidikan di Papua.
Oleh karena itu, dengan ditariknya guru-guru pegawai negeri sipil dari sekolah swasta, Jhon menilai maka pelayanan Pendidikan di sekolah swasta tidak berjalan maksimal. “Kami minta Komisi X bersama Menteri Pendidikan revisi kembali Permendikbud No 15 tahun 2018, pengalihan guru dari sekolah swasta ke sekolah negeri menjadi masalah baru Pendidikan di tanah Papua,” tegasnya.
Selain itu, katanya, program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) dan Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK) perlu ditinjau ulang. Menurutnya, lebih baik membantu sekolah khusus berpola asrama di Papua dari pada mengirim anak-anak kepulau Jawa. Sementara Ketua Komisi X DPR RI, Hetifa Sjaifudian mengapresiasi masukan dari pemangku Pendidikan di Provinsi Papua.
“Hari ini kami menyerap dan menampung apa-apa yang telah disampaikan dan didiskusikan pemerintah dan pemangku kepentingan di bidang pendidikan, untuk kita bawa Jakarta yang selanjutkan kita rapatkan dan tindaklanjuti secara baik dan benar untuk kepentingan masyarakat Papua,” ujarnya.
Melalui reses itu, pihaknya juga mengaku menjadikan momentum untuk menyerap aspirasi dari semua pihak. “Alhamdulillah, banyak usulan yang disampaikan kepada kami, mulai masalah Pendidikan, perpustakaan serta seni budaya. Semua kami tampung sebagai usulan yang harus saya perjuangkan lewat pintu politik di DPR RI,” imbuhnya.
Ditempat yang sama, Pj. Gubernur Papua, Ramses Limbong apresiasi dan terima kasih atas kunjungan Komisi X DPR RI ke Papua. “Kami terima kasih kepada rombongan anggota Komisi X DPR RI bidang pendidikan.Kami yakini kegiatan ini akan membawa kemajuan bagi Pendidikan tanah Papua,” kata Limbong.
Disisi lain, Gubernur Limbong juga menyampaikan kondisi Papua saat ini pasca terjadi pemekaran daerah otonomi baru. Dikatakan, penurunan PAD yang cukup signifikan ini telah berimplikasi terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dijelaskan, penurunan PAD ini telah berdampak terhadap APBD Provinsi Papua yang sebelumnya berkisar 14 hingga 18 Trilyun rupiah setiap tahun kini menurun drastis dan tersisa sekitar tiga trilyun rupiah.
Lanjutnya, pada tahun 2024 pemerintah Provinsi Papua tidak membuka formasi CPNS karena ASN Papua saat ini berjumlah 8 ribu lebih. Padahal, ideal ASN Pemprov Papua pasca pemekaran seharusnya kurang lebih 5 ribu orang. (Dian)