JAKARTA – Setelah PT. Freeport Indonesia menyetujui dan menyepakati 51 persen saham (divestasi) kepada Pemerintah Indonesia, maka Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua meminta 20 persen saham dari 51 persen saham tersebut.
Hal ini tertuang dalam pertemuan yang dilakukan Sekda Provinsi Papua, TEA. Herry Dosinaen, SIP, MKP mewakili Gubernur Papua kemudian dihadiri Bupati Mimika, Eltinus Omaleng dan Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Papua di Kantor Kementerian Keuangan RI, Selasa (5/9/2017).
“Atas perintah Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH kepada saya selalu Sekda Papua maka saya dan Bupati Mimika termasuk Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Papua melakukan pertemuan dengan Kementerian Keuangan RI guna membahas masalah kepemilkan saham di PT. Freeport Indonesia yang harus dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Papua,”ungkap Sekda Herry usai melakukan pertemuan.
Sekda mengatakan, perjuangan untuk kepemilikan 20 persen saham ini tentunya suatu komitmen Pemprov Papua kepada pemerintah pusat untuk bisa mendapatkan perhatian serius bahwa Pemprov Papua harus memiliki saham di PT. Freeport Indonesia.
“Ini juga akan menjadi pergumulan panjang dimana Pemprov Papua maupun Pemkab Mimika mempunyai tugas berat untuk membuat suatu regulasi daerah terkait pajak daerah. Dan regulasi itu tentunya menjadi lampiran dalam Peraturan Pemerintah (PP),”ujarnya.
Mengenai pembagian saham 20 persen itu, lanjut Sekda bahwa Pemprov Papua meminta saham sebesar 20 persen dari 51 persen yang sudah disetujui oleh PT. Freeport Indonesia. Artinya bahwa dari 51 persen saham itu setelah dipisahkan 9,46 persen untuk pemerintah pusat kemudian dari sisa 41,6 persen maka Pemprov Papua mendapat 20 persen saham.
“Oleh karena itu, 20 persen saham itu nantinya akan dibahas dan duduk bersama kembali oleh Pemprov Papua dengan Pemkab Mimika untuk pembagiannya seperti apa. Termasuk juga dengan beberapa kabupaten lain yang ada di sekitar PTFI,”beber Sekda.
Lebih jauh Sekda menjelaskan, semua ini nantinya akan dikemas dalam suatu regulasi yang benar-benar baik dan harus melalui Pemprov Papua. Untuk itu, keberadaan PT. Freeport Indonesia di Papua sudah sangat lama sehingga sangat ironis bahwa Papua dengan kekayaan alam yang berlimpah tapi kehidupan masyarakat masih butuh kesejahteraan.
“Ini menjadi catatan penting untuk semua pihak, baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah untuk membuat yang terbaik untuk Papua. Dengan demikian dengan saham 20 persen ini, akan bisa mengakomodir semua permasalahan di Papua baik itu keterisolasian, keterbelakangan dan kemiskinan bisa diatasi,”imbuhnya.
Disinggung mengenai deadline waktu untuk dikeluarnya Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur kepemilikan saham ini maka kemungkinan besar pada tahun 2019. Sebab ada beberapa hal yang harus diselesaikan dan dirancang sehingga nantinya Pemprov Papua, PT Freeport Indonesia dan Pemkab Mimika akan duduk bersama membahas saham 20 persen tersebut termasuk akan tertuang dalam MoU.
“Inilah yang menjadi perhatian dan hal ini juga sebagai perintah Gubernur dalam rangka mengakomodir aspirasi Pemprov Papua yang harus diakomodir oleh pemerintah pusat dan PTFI,”ucapnya.
Kemudian mengenai komitmen Pemprov Papua untuk membangun Smelter di Papua, Sekda menegaskan, pembangunan Smelter tetap harus dibangun di Papua dan nantinya didalam regulasi PP itu akan diakomodir kewajiban dalam jangka waktu yang ditentukan bahwa PTFI harus membangun Smelter di Papua. (rm)