JAYAPURA (PT) – Pemerintah Provinsi Papua dalam tahun ini dan Papua Barat mendapat kuota sebanyak 1100 dari pemerintah pusat untuk program Affirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) dan Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK).
Dengan rincian, ADIK untuk Papua sebanyak 375 orang dan Papua Barat 225 orang sementara kemudian ADEM 400 orang dan Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T) Papua dan Papua Barat sebanyak 100 orang.
Hal ini diungkapkan, Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Didin Wahidin kepada wartawan usai pada Sosialisasi Beasiswa ADIK dan Orang Asli Papua tahun 2018 di Sasana Karya, Kamis (8/2/2018).
“Untuk program 3T ini tidak hanya akan diisi oleh OAP dan juga non OAP atau pendatang yang lahir dan besar di Papua, ” ungkap Wahidin.
Adapun persyaratan untuk bisa mengikuti program Adik dan Adem adalah memiliki nilai raport rata-rata 7.0 mulai semester 1 hingga semester 7, lalu menyertakan identitas diri. Untuk usia tertinggi Adem adalah 17 tahun dan Adik 24 tahun. Keadaan sehat fisik dan mental serta surat keterangan bebas narkoba
Pertemuan tersebut juga dilakukan untuk menyamakan persepsi sekaligus sosialisasi bea siswa terkait Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik) Orang Asli Papua (OAP), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bersama Pemerintah Provinsi Papua kemarin menggelar rapat koordinasi (Rakor).
Ditemui disela-sela Rakor tersebut, Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Didin Wahidin mengatakan koordinasi ini dilakukan untuk menyamakan persepsi didalam perekrutan Adik maupun Adem nanti.
Pasalnya kata Wahidin, sejak program Adik dan Adem dibuka tahun 2012 lalu, banyak kurang koordinasi yang terjadi sehingga target Adik dan Adem tidak terpenuhi.
“Selama program Adik dan Adem ini kita buka, banyak sekali terjadi miss disana, misalnya calon peserta Adik, ketika mengikuti tes, ada tiga pilihan yang ditawarkan, pertama diterima di Perguruan A, pilihan kedua jika tidak lulus pada Perguruan A maka bisa mengikuti seleksi di Perguruan B dan pilihan ketiga, bersedia ditempatlan dimana saja, nah rata-rata peserta Adik ini melingkari pilihan nomor tiga, dan ketika mereka ditempatkan sesuai pentuan lokasi, mereka justru protes karena merasa itu bukan pilihan mereka. Tidak hanya itu, setelah lulus seleksi, banyak Daerah langsung lepas tangan, mereka beranggapan bahwa setelah lulus itu menjadi tanggung jawab Kementrian,.
“Nah, ini yang mau kita luruskan, kita ingin sampaikan kalau program ini bukan saja tanggung jawab Kementrian tetapi juga daerah-daerah yang mengirimkan perwakilan mereka,” ujar Wahidin.
Selain itu, Rakor tersebut kata Wahidin, karena Pemerintah Pusat berkeinginan agar kuota yang diberikan bagi Papua dapat terisi penuh. Sebab sejak program Adik dan Adem dimulai, kuota yang diberikan bagi Papua tidak dapat terpenuhi.
Banyak pula kasus, peserta Adik yang lulus dengan nilai IPK dibawah rata-rata. Padahal salah satu tujuan program Adik dan Adem adalah menciptakan SDM yang mumpuni untuk membangun Papua kedepan.
“Setiap tahun paling terisi 60 persen dari total kuota yang kami berikan, hal ini seperti yang saya katakan tadi bahwa kurangnya pemahaman tentang program ini dan Pemerintah Daerah juga minim dalam melakukan sosialisasi,” lanjutnya.
Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia dan Kementrian Dalam Negeri kembali membuka kesempatan pendidikan yang dikhususkan bagi putra dan putri asli Papua, untuk menempuh Afirmasi pendidikan menengah (Adem) dan Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik), yang dimulai pada 2012.